Lelaki surga ini kembali ke rumahnya dengan menangis. Sedihnya mencapai puncak ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menyertakannya dalam kafilah jihad di jalan Allah Ta’ala. Sebabnya, ia tak memiliki bekal. Nabi pun tak memiliki simpanan untuk membiayai sahabatnya ini untuk berjuang di jalan Allah Ta’ala.

Malam harinya, lelaki surga bernama ‘Utbah bin Zaid Radhiyallahu ‘anhu ini berdiri seraya memanjatkan pinta kepada Allah Ta’ala. Katanya dalam munajat khusyuk itu,

“Ya Allah, sesungguhnya Engkau telah berikan perintah untuk berjihad. Dan, aku sangat merindukannya. Kemudian, Engkau tidak menjadikan di sisiku sesuatu yang bisa dijadikan bekal untuk berjihad bersama Rasul-Mu. Engkau juga tidak menjadikan di tangan Rasul-Mu sesuatu yang bisa membawaku bersama beliau.”

Pungkasnya sampaikan pinta dengan penuh haru,

“Maka, aku bersedekah kepada setiap muslim dengan setiap kezhaliman yang mereka timpakan kepadaku baik dari harta, raga, maupun kehormatan.”

Jadi, ‘Utbah bin Zaid tidak mengeluarkan apa pun sebagai sedekah. Ia hanya mengikhlaskan semua bentuk kezhaliman yang ditimpakan kepadanya, dengannya itu, ia berniat bersedekah kepada setiap kaum Muslimin.

Esoknya, sebelum kafilah jihad bergegas menuju medan laga, ‘Utbah pun mendatangi masjid untuk dirikan Shubuh berjamaah bersama Nabi dan kaum Muslimin. Lepas shalat, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Siapa yang tadi malam bersedekah?”

Agak lama, tiada yang mengaku. Hingga, beliau mengulanginya beberapa kali, dan diakhiri, “Siapa yang tadi malam bersedekah, datanglah kepadaku.”

‘Utbah pun mendatangi Nabi dengan malu-malu. Kepada sang baginda, ia mengisahkan kalimat doa yang dipanjatkannya semalam. Hingga, Nabi yang terkasih ini mengatakan, “Aku berikan kepadamu kabar gembira.”

“Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya, sesungguhnya apa yang telah engkau kerjakan akan ditulis sebagai zakat yang diterima.”

Mahabenar Allah Ta’ala dengan segala firman-Nya. Dan, sebaik-baik perkataan adalah kalimat yang meluncur dari lisan manusia paling mulia, Muhammad bin ‘Abdullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Inilah di antara bentuk Kasih Sayang Allah Ta’ala. Ganjaran diberikan kepada siapa yang sungguh-sungguh dalam melakukan amal shalih. Bahkan, seorang hamba akan tetap mendapatkan pahala, meski ia belum melakukan amal, selama niatnya benar-benar ikhlas.

Dari kisah ini, seharusnya kita belajar. Bahwa kebaikan harus ditumbuhkan lebih dini dari dalam hati yang paling suci. Dan kita, tidak boleh meremehkannya, meski belum mampu melakukannya. Setidaknya, senantiasalah memperbaiki niat, dna usahalah sebaik mungkin untuk ketercapaiannya. Semoga Allah Ta’ala menerima niat baik dan amal-amal shalih yang kita kerjakan. Aamiin. [Pirman/Kisahikmah]

sumber : kisahhikmah.com