Alhamdulillāh, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan karunia dan hidayah kepada hamba-hamba-Nya. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam beserta keluarga, shahabat, dan umatnya yang senantiasa istiqamah di jalan Allah.
Seorang wanita akan merasa sempurna jika telah menjadi istri. Seorang istri akan merasa sempurna jika ia telah menjadi seorang ibu dan seorang ibu akan merasa lebih bahagia jika ia dapat melayani suaminya, merawat, mendidik serta melihat tumbuh kembang anaknya sendiri. Semua itu bisa dilakukan jika wanita itu menjadi ibu rumah tangga.
Jika seorang wanita ditanya perihal apa pekerjaannya kemudian ia menjawab ibu rumah tangga, mungkin ada rasa minder karena sudah lulus S1 tetapi tidak bekerja di perusahaan untuk mengaplikasikan ilmunya. Bahkan orang lain beranggapan, percuma saja lulus kuliah kalau akhirnya hanya jadi ibu rumah tangga. Padahal, menjadi ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang mulia karena ia membangun dan memperkuat pondasi masyarakat yaitu sebuah keluarga.
Wanita Lebih Banyak di Rumah adalah Lebih Baik
Menetap dan tinggalnya wanita di rumah merupakan perkara yang disyariatkan oleh Allah SWT dengan mencontoh isteri-isteri Nabi. Allah SWT berfirman:
“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik. Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta’atilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab: 32-33).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir AsSa’di menjelaskan bahwa makna dari ayat tersebut adalah menetaplah kalian di rumah kalian sebab hal itu lebih selamat dan lebih memelihara diri kalian. Tinggalnya wanita di rumah berarti dia melaksanakan urusan rumah tangganya, memenuhi hak-hak suami, mendidik anak-anaknya, dan menambah amal kebaikan. Sedangkan wanita yang sering keluar rumah, akan membuatnya lalai dari kewajiban.
Wanita yang sering keluar rumah, dapat menimbulkan fitnah. Rasulullah SAW bersabda,
“Takutlah kalian dengan fitnah dunia dan fitnah wanita. Sesungguhnya fitnah terhadap bani Israil terjadi dari wanita,” (HR. Muslim).
Dalam sabdanya yang lain,
“Tidak aku tinggalkan fitnah yang paling berbahaya sepeninggalanku bagi laki-laki melebihi fitnah wanita,” (HR. Bukhari).
Hendaknya sebagai wanita kita harus senantiasa menjaga diri agar tidak menimbulkan fitnah, Karena jika seorang wanita keluar rumah maka setan akan menghiasinya dan membuat orang lain indah memandangnya.Kendati demikian, wanita boleh keluar rumah jika ada kebutuhan. Rasulullah bersabda,
“Telah diizinkan bagi kalian kaum wanita keluar rumah untuk keperluan dan kebutuhan kalian,” (HR. Al-Bukhari).
Banyak di rumah bukan berarti wanita akan menjadi “katak dalam tempurung”. Di dalam rumah dia bisa melakukan aktivitas bermanfaat untuk kehidupan dunia-akhiratnya.
Tanggung Jawab Wanita dalam Rumah Tangga
Tanggung jawab seorang istri dalam rumah tangga yang utama ada dua yaitu sebagai pendamping suami dan pemelihara anak-anak.
Pertama, sebagai pendamping suami yaitu mendampinginya dalam setiap situasi dan kondisi serta menyenangkan hati suami, termasuk menyiapkan segala kebutuhannya. Ia pun wajib melayani suami kapan saja suaminya menginginkannya, menyiapkan makan, mencuci baju, membersihkan rumah, dan sebagainya. Jangan pernah menganggap remeh pekerjaan tersebut, karena dengan niat yang ikhlas setiap pekerjaan tersebut akan berbuah pahala.
Kedua, sebagai pemelihara anak-anak. Anak adalah titipin Allah SWT yang kelak orangtuanya akan diminta pertanggung jawabannya. Ibu berkewajiban memberikan perawatan dan pendidikan yang baik bagi anaknya. Di dalam Ash-Shahihain dari Abdullah bin Umar Rasulullah SAW bersabda,
“Kalian semua adalah pemimpin dan kalian semua akan diminta pertanggungjawaban, seorang imam adalah pemimpin dan ia nanti akan diminta pertanggungjawaban, seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia nanti akan diminta pertanggung jawabannya, seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan ia nanti akan diminta pertanggungjawabannya.”
Dari keterangan di atas nampak jelas bahwa setiap insan yang ada hubungan keluarga dan kerabat hendaknya saling bekerja sama, saling menasihati, dan turut mendidik keluarga. Yang paling utama adalah orang tua kepada anak, karena anak sangat membutuhkan bimbingan kedua orang tuanya. Orang tua hendaknya memelihara fitrah anak agar tidak terkena noda syirik dan dosa-dosa lainnya. Ini adalah tanggung jawab yang besar dan kita akan diminta pertanggungjawaban atasnya.
Mendidik Anak di Rumah juga Berkarir
Mungkin dewasa ini banyak yang meremehkan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga karena pekerjaan tersebut tidak bisa menghasilkan uang. Padahal waktu dia sekolah dulu orang tuanya telah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Menjadi ibu rumah tangga memang tidak menghasilkan uang, tetapi dengan ilmu dan kesabaran seorang ibu rumah tangga yang baik sesungguhnya adalah sebuah karir. Ia akan menghasilkan anak-anak yang shalih/shalihah serta keluarga yang sakinah yang akan membantu meraih kebahagiaan hakiki di akhirat nanti.
Mendidik anak itu bukanlah perkara yang mudah, tetapi membutuhkan ilmu dan cara yang baik. Maka dari itu, dalam mendidik anak sangat membutuhkan kesabaran dan kecerdikan. Ibu membutuhkan kesabaran yang luar biasa untuk mencetak generasi rabbani. Ibulah yang biasanya dan seharusnya menjadi orang pertama yang menjadi teladan bagi anaknya. Ibu adalah sosok pertama yang dilihat, didengar ucapannya, dan disentuh oleh anaknya. Pada umumnya, awal-awal perkembangan seorang anak berada di samping ibunya. Pendidikan yang sangat berpengaruh pada kehidupan seorang anak adalah pendidikan yang diterapkan orang tuanya sejak dini. Apapun yang dilakukan ibu akan sangat mempengaruhi pembentukan karakter anak. Di samping itu, kerjasama antara seorang ayah dan ibu haruslah ada dalam mendidik anak karena sosok seorang ayah juga berpengaruh pada pendidikan anak.
Beberapa hal yang perlu dilakukan orang tua dalam mendidik anak antara lain: menanamkan ajaran tauhid sejak kecil, mengajari anak agar pandai bersyukur, mendidik agar berbakti kepada orang tuanya, mengajarkankan apa saja yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah, menanamkan rasa cinta kepada Rasulullah SAW, keluarga Rasulullah, Al-Qur`an, dan As-Sunnah, mendidik anak dengan akhlak terpuji, dan lain sebagainya. Jika kedua orang tua menginginkan kemuliaan anak-anaknya, hendaknya keduanya bersungguh-sungguh dalam mendidik anak-anaknya dengan pendidikan islami dan mengajarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah.
Anak adalah aset yang menguntungkan bagi orangtuanya di akhirat jika di dunia dia menjadi anak yang shalih/shalihah. Termasuk sebab diangkatnya derajat kedua orang tua adalah anak shalih yang mendoakan keduanya. Rasulullah SAW bersabda,
“Jika anak adam mati, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya,” (HR Muslim).
Jika seorang anak telah dididik dengan baik, berperilaku mulia, maka ia akan bermanfaat bagi agama dan umat.
Bantahan terhadap Pendapat Kaum Feminis dan Penyetara Gender
Islam adalah agama yang adil. Allah SWT menciptakan bentuk fisik dan tabiat wanita berbeda dengan pria sehingga mereka memiliki peran berbeda dan tidak dapat disejajarkan. Allah SWT berfirman,
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka),” (QS. An-Nisā’: 34).
Pada asalnya, kewajiban mencari nafkah bagi keluarga merupakan tanggung jawab kaum lelaki. Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullāh berkata, “Islam menetapkan masing-masing dari suami dan istri memiliki kewajiban yang khusus agar keduanya menjalankan perannya masing-masing sehingga sempurnalah bangunan masyarakat di dalam dan di luar rumah. Suami berkewajiban mencari nafkah dan penghasilan sedangkan istri berkewajiban mendidik anak-anaknya, memberikan kasih sayang, menyusui, dan mengasuh mereka, serta tugas-tugas lain yang sesuai baginya seperti mengajar anak-anak perempuan, mengurusi sekolah mereka, dan mengobati mereka serta pekerjaan lain yang khusus bagi kaum wanita. Bila wanita sampai meninggalkan kewajiban dalam rumahnya, berarti ia telah menyia-nyiakan rumah serta para penghuninya. Hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan dalam keluarga baik secara hakiki maupun maknawi.”
Para wanita muslimah hendaknya tidak terpengaruh dengan orang-orang yang meneriakkan isu kesetaraan gender sehingga timbul rasa minder terhadap wanita-wanita karir dan merasa rendah diri dengan menganggur di rumah. Padahal banyak pekerjaan mulia yang bisa dilakukan di rumah. Di rumah ada suami yang harus dilayani dan ditaati, juga anak-anak yang harus dididik dengan baik, ada harta suami yang harus diatur dan dijaga sebaik-baiknya, dan ada juga pekerjaan-pekerjaan rumah tangga yang harus diselesaikan. Semua ini pekerjaan yang mulia dan berpahala di sisi Allah SWT. Kaum wanita di negara Barat banyak yang berkarir dalam segala bidang sehingga melalaikan kewajiban mereka untuk mengurus dan mendidik anaknya sebagai generasi penerus. Selanjutnya rusaklah tatanan kehidupan masyarakat mereka. Tidak berhenti di sini, mereka juga ingin kaum wanita di negara kita rusak, sebagaimana kaum wanita mereka rusak lahir batinnya. Di antara langkah awal menuju itu adalah dengan mengajak kaum wanita kita dengan berbagai cara agar mau keluar dari rumah mereka.
Berikut ini ada salah satu pendapat orang Barat tentang rusaknya tatanan masyarakat mereka. Samuel Smills berkata, “Sungguh aturan yang menyuruh wanita untuk berkarir di tempat-tempat kerja, meski banyak menghasilkan kekayaan untuk negara, tapi akhirnya justru menghancurkan kehidupan rumah tangga, karena hal itu merusak tatanan rumah tangga, merobohkan sendi-sendi keluarga, dan merangsek hubungan sosial kemasyarakatan, karena hal itu jelas akan menjauhkan istri dari suaminya, dan menjauhkan anak-anaknya dari kerabatnya, hingga pada keadaan tertentu tidak ada hasilnya kecuali merendahkan moral wanita, karena tugas hakiki wanita adalah mengurus tugas rumah tangganya…”.
Para wanita muslimah hendaknya selalu ingat bahwa kelak pada hari kiamat mereka akan ditanya tentang amanah tersebut yang dibebankan kepadanya. Namun demikian, jika dalam kondisi tertentu menuntut wanita untuk mencari nafkah, diperbolehkan baginya keluar rumah untuk bekerja, namun harus memperhatikan adab-adab keluar rumah sehingga tetap terjaga kemuliaan serta kesucian harga dirinya.
Kegiatan Positif Ibu Rumah Tangga
Di dalam rumah banyak kegiatan yang positif dan bermanfaat yang dapat dilakukan wanita, seperti berdzikir, membaca Al-Qur`an, shalat, membaca buku, menulis, membuat kerajinan, bisnis di dalam rumah, dan sebagainya.Wanita yang lebih banyak tinggal di dalam rumah bisa lebih mendekatkan diri kepada Allah.
Seorang wanita, ia mempunyai hati yang dapat dipercayai. Tidak satu haripun direncanakannya kecurangan terhadap suami dan anak-anaknya.Tangannya berhiaskan kekuatan. Tak ada satu hari juga pun rumah tangganya ditimpa kekurangan karena bijaksana ia. Penghasilan yang diterimanya diaturnya begitu rupa untuk kebutuhan rumah tangga, untuk berinvestasi, di tempat itu ia menanam dan dari tempat itu pula ia menuai hasilnya. Ia tersenyum akan hari esok. Harta rumah tangganya bertambah, namun hatinya tak melekat padanya. Ia mengulurkan tangan kepada yang membutuhkan dan memberikan hatinya disaat ia menolong. Ia tahu, bahwa ia bertanggung jawab untuk menyalurkan apa yang dipercayakan oleh Sang Pemilik Hidupnya. Para wanita muslimah, tetaplah bangga menjadi ibu rumah tangga. Bangunlah surga melalui rumahmu.
0 Comments